Label

Sabtu, 03 Februari 2024

Revitalisasi Peran Kader HMI; Refleksi Perjalanan Panjang Organisasi

Oleh: Sahrul Takim (Mantan Ketua Umum HMI Cabang sanana Periode 2012-2013)


Tulisan Singkat Ini Sekedar pengatar bagi kader HMI Cabang Sanana untuk tetap berbangga sebagai kader HMI namun tak luput dari ikhtiar dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai manusia pilihan Tuhan yang di takdirkan berhimpun dalam wadah tercinta (HMI Cabang Sanana).

Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi kader. Berarti dibalik pemaknaan memiliki konsentrasi beban perkaderan di setiap derap aktivitas, segala tindakan organisasi akan selalu memiliki kesesuaian dengan plat form perkaderan, untuk terus membentuk kader HMI sesuai tujuan. Di era kontemporer saat ini, revitalisasi model perkaderan harus terus di lakukan untuk menjawab tantangan pengembangan sumber daya organisasi juga sebagai ikhtiar untuk menjawab tantangan sosio cultural yang terus berkembang di republik ini.

Sebagai organisasi mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam dalam usahanya untuk mewujudkan pola perkaderan dalam membentuk profil kader yakni insan muslim, intelektual profesional harus konsekuen. Oleh karena itu, seluruh aktivitas organisasi mesti menjadi media bagi pengembangan potensi dalam rangka mencapai tujuan HMI. Yakni “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Yang bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridloi Allah Subhaanahu Wata’ala”. (lihat mission HMI pasal 4 AD HMI).

Menjadi kewajaran sejarah bahwa HMI ingin menampilakan kader-kader terbaik yang memiliki keseimbangan antara iman sebagai dasar berpijak dalam melakukan seluruh aktifitasnya, sementara ilmu pengetahuan atau profesionalitas akademisnya sebagai sarana penerjemahan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan nyata dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (lihat usaha HMI).
Kakanda Akbar Tanjung dan Nurcholish Madjid pernah mengatakan kepada saya dalam tulisan mereka bahwa kiprah HMI dalam perjuangannya terlihat sangat aktif, melebihi organisasi mahasiswa yang lain. Dimana HMI telah 50 tahun lebih menghadirkan dirinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia, sehingga kedua senior itu pun mengungkapkan bahwa tidak berlebihan kalau dikatakan sejarah HMI adalah bagian logis dari sejarah bangsa Indonesia (dalam Ali, 1997; Madjid, 1990).

HMI adalah organisasi besar, organisasi tertua di Indonesia, kaya pengalaman, pencetak para raksasa intelektual, banyak anggota dan alumni dan sebagainya. Namun tak keadaan itu membuat kader HMI pasif dan hanya membanggakan, justeru sebaliknya, keberhasilan itu harus di kritik untuk ada temu baru format perjuangan organisasi.
Meminjam ungkapan pengamat politik Fachry Ali (1996), pandangan-pandangan semacam ini seharusnya senantiasa dikritisi jikalau tidak menghendakinya menjadi sekedar mitos. Mitos berarti suatu bentuk kepercayaan berlebihan tetapi kosong tanpa isi.
Hal yang diungkapkan Fachry Ali hendaknya dimaknai bersama oleh seluruh kader HMI sebagai upaya refleksi Kritis untuk merancang blue printbatau peta jalan dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer dewasa ini baik secara intra dan ekstra organisasi. 

Untuk itu, HMI harus terlebih dahulu mengetahui dimana posisinya saat ini. Bahwa tanpa menyadari posisi HMI sekarang lewat refleksi sosiologis historis maka HMI hanya akan mengalami kegagalan dalam melihat kenyataan yang ada. HMI harus mampu mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif dalam memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah-tengah gerakan-gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif.

Secara teknis upaya untuk mewujudkan pencapaian missi organisasi harus di letakkan secara operasional dalam rancangan program dalam semua jenjang organisasi dari komisariat hingga PB-HMI berdasarkan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) masing-masing. Kesadaran organisasi itulah yang berimplikasi pada setiap kader agar memposisikan diri sebagai penangggung jawab atas pencapaian program yang telah di tetapkan secara bersama, bukan menyara nyaman dengan jabatan tanpa memikirkan tanggung jawab.

Pertanyaan yang mesti sedari awal tulisan ini adalah, apa yang harus di lakukan sebagai kader HMI dalam upaya mereposisi diri ditengah kondisi sosial yang terus dinamis?
Kadang pertanyaan konyol seperti ini sering di abaikan pemaknaannya secara epistemologis sehingga dampaknya terhadap sikap kader dalam perilaku organisasi terlihat hanya menjalankan ritual organisasi tanpa substansi. Setidaknya pokok-pokok pikiran kaitannya dengan peran kader HMI saat ini dalam menjawab masa depan mesti di kemukakan secara terus menerus untuk di ketahui dan ditemukan arah perjuangan yang relevan. Dengan demikian akan membentuk pemahaman sekaligus otokritik terhadap perilaku kader dalam menjalankan amanah organisasi.

Mendahului jawaban atas masalah tersebut dengan Mengutip Pikiran Kanda Sumardi Evalue (Mantan Wasekbid PA PB HMI, Master of training LK-II HMI Cabang Sanana Periode 2010-2011) dalam pokok pikirannya tentang profil kader HMI, menguraikan epistemologi kader HMI dan perannya" bahwa dalam batang tubuh organisasi kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagi tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin dan sebagai benteng organisasi.
Secara kualitatif seorang kader mempunyai kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih besar dari anggota biasa. Kader itu adalah anggota inti, kader merupakan benteng bagi “serangan” dari luar serta perisai bagi penyelewengan dari dalam. Secara internal kader merupakan Pembina yang tidak berfungsi sebagai pimpinan. Kader adalah tenaga penggerak organisasi yang memahami sepenuhnya dasar dan idiologi perjuangan, ia mampu melaksanakan program perjuangan secara konsekwen di setiap waktu, situasi dan tempat. Terbina oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader yang berkualitas, setiap anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum baik di HMI maupun di luar HMI. 

Dari definisi di atas setidaknya terdapat tiga ciri yang terintegrasi dalam diri seorang kader. Atau profil kader HMI.
Pertama : Seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal ideologi organisasi seperti Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). Dari segi oprasionalisasi organisasi, kader HMI selalu berpegang teguh dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HMI, pedoman perkaderan dan aturan pokok lainnya.
Kedua : Seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Tanpa ada tawar-menawar kepentingan atau berselingkuh dengan kekuasaan ditengah hempitan ekonomi masyarakat.
Ketiga : Seorang kader memiliki bakat dan kualitas sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar atau anggota organisasi. 

Jadi, focus seorang kader HMI yang paling utama terletak pada kualitas bukan hanya soal kuantitas. Kader HMI adalah anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga mempunyai ciri kader, yang memiliki integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal saleh. Sehingga selalu siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam uraian tersebut maka identitas yang disandang selaku kader HMI akan berbanding lurus dengan konsekuensi sebagai kader dalam menjalankan tugas fungsi organisasi. Spesifikasi wujud profil kader HMI dan tugasnya sebagai insan kamil mestinya terinternalisasi pada pribadi seorang kader yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan sebagaimana tergambar dalam 5 kalitas insan cita HMI.

Lantas setelah mengetahui sosok kader HMI dan tugas akademis-sosiologis selebihnya Kader-kader HMI dituntut untuk menyadari posisinya sebagai masyarakat yang mesti memiliki pendidikan setinggi-tingginya, berwawasan luas, bermoral baik, berpikir rasional, kritis dan objektif sekaligus bertanggung jawab atas terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Sehingga kader HMI tidak hanya sekedar "tidur" dan bersemedi di kantor-kantornya (sekretariat) akan tetapi HMI hadir bersama kaum mustad'afin  membangun peradaban yang kuat.
Jika HMI tidak segera berubah atau keluar dari zona nyaman maka HMI lambat laun akan semakin tersingkir dari dinamika perubahan yang kompleks dimana HMI akan menjadi organisasi yang hanya mampu bertahan di pinggiran (pherifery) di tengah kondisi masyarakat yang terus berkembang  maju dan mengalami banyak perubahan.

Dalam arti ber-HMI secara kontekstual bukan secara tekstual. Zaman sekarang, Kader-kader HMI saat ini dituntut untuk tidak hanya menggantungkan eksistensinya pada kebesaran seniornya, berlindung di balik jubah keagungan sejarah HMI yang tidak dibuatnya namun ia terus asyik memparasitkan diri dan menghisap keberkahan darinya. Jika tidak, maka benar inilah potret kader HMI yang kehilangan jiwa kritisismenya, tuli terhadap memory of future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resist to change (menolak perubahan).

Dalam konteks ini, almarhum kanda Nurcholish Madjid pernah memberikan peringatan keras menjelang Kongres ke-23 HMI di Balikpapan tahun 2002. Dengan mengatakan bahwa apabila HMI tidak dapat melakukan perubahan, lebih baik membubarkan diri saja karena beliau melihat bahwa relevansi HMI bagi masa kini dan apalagi masa depan sudah jauh berkurang, kalaupun bukannya tidak ada lagi. HMI tidak lagi menjadi elemen penggerak kemajuan melainkan kekuatan status quo dan bahkan sebaliknya menggerakkan pada suatu kemunduran.
Peringatan ini selayaknya dijadikan shock therapy bagi setiap kader HMI, dengan harapan, HMI mampu melakukan perubahan terhadap dirinya.

Dari sini diharapkan muncul semangat juang kader untuk mengembalikan HMI pada perannya sebagai organisasi perjuangan dan fungsinya sebagai organisasi kader yang dijalankan semestinya. Mengingat kondisi HMI kekinian yang semakin menua dengan tantangan yang tentu semakin berat. Jadi, walaupun berbeda setting waktu dan situasi ketika HMI lahir 5 Februari 1947 dengan saat ini, namun orientasi, peran dan fungsi semestinya tetap dipegang teguh. Untuk menjawab persoalan keumatan dan kebangsaan dengan cara-cara yang tentu relatif berbeda. Sebab Perjuangan HMI kini jelas bukanlah angkat senjata/ bambu runcing atau dihadapkan secara lansung dengan imperialisme penjajah, maupun gerakan komunis secara fisik (dalam Abdulrahman, 2008).

Melihat kondisi nyata HMI saat ini, serta tantangan internal dan eksternal yang dihadapi sangat kompleks, maka sudah barang tentu keberadaan HMI di masa depan sebagaimana diungkapkan sejarawan HMI, Almarhum Prof. DR. H. Agussalim Sitompul (2008) yang sering di sapa kader hmi dengan sebutan BANG AGUS, ada tiga kemungkinan:
Pertama, HMI akan tetap eksis dan bangkit kembali dari kemunduran dan keterpurukan yang melanda selama lebih kurang 25 tahun. Hal ini dapat dicapai apabila HMI mampu melakukan perubahan, dengan agenda-agenda perubahan mendasar yang selama ini pondasi-pondasi penyangga HMI.
Kedua, HMI Status Qou. Keberadaan HMI akan tetap seperti sekarang dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal ini akan terjadi manakala HMI enggan melakukan perubahan, dan tantangan yang dihadapinya tak kunjung terselesaikan. Bahkan kondisi saat ini akan lebih parah lagi untuk masa-masa mendatang, apabila HMI tetap merasa dirinya sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia sebagai kesombongan historis yang kini menghinggapinya. Lebih dari pada itu HMI tidak mau mendengar dan memperhatikan kritik yang konstruktif baik dari luar maupun dari intern HMI yang banyak dialamatkan pada HMI. Dimana kritikan dan saran perbaikan itu oleh PB HMI, Badan Koordinasi, Cabang-cabang, Koordinator Komisariat dan Komisariat-komisariat HMI di seluruh Indonesia dianggap angin lalu saja.
Ketiga, HMI akan hilang dari peredaran (untuk tidak dikatakan bubar). Hal ini terlihat dimana hingga kini belum ada tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan yang semestinya sesuai dengan tuntutan kontemporer.

Tentunya sebuah harapan besar akan perubahan telah menanti. Maka keden diharapkan HMI mampu dengan segenap alasan agar segera berbenag untuk kembali bangkit dan berperan sesuai semangat historinya, kembali api semangat 5 Februari, menjawab kebutuhan kader secara internal dan masyarakat secara eksternal. Meminjam ungkapannya Sulastomo (2008) sebagai kader umat dan kader bangsa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

Dari cikal bakal visi, Missi HMI dan plan actionnya dalam bentuk Program Kerja untuk menjawab tipologi kader masa depan sesuai iklim zamannya, terlepas dari peran keumatan dan kebangsaan maka tumpuan perkaderan wajib hukumnya dapat membentuk tipologi kader, sebagaimana tambahan pikiran kanda Sumardi Evulae bahwa tanggungjawab perkadran masadepan mesti dapat mewujudkan Tipe Konseptor Tipe Solidarity Maker Tipe Problem Solving Tipe Administrator atau pelaksana, dan Tipe Negarawan.
Sanana, 3 Februari 2024.
Wallahu Alam Bissawab.

Akhirnya Saya Mengucapkan Selamat Milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke 77 Tahun.
Kini HMI yang telah tiga perempat abad berdiri, harus lebih kreatif, responsif, revolusioner, terus komitmen dan konsisten terhadap spirit 5 Februari 1947 (alasan lekahiran HMI), memiliki kepekaan Nalar terhadap kondisi umat dan bangsa, progresif, independent, modern dan menjadi Harapan Masyarakat Indonesia.

Semoga melalui rahim perkaderan HMI, terus melahirkan anak emas yang mampu mengembalikan kejayaan HMI sebagai Poros Pemikiran dan Gerakan Keislaman, Keindonesiaan yang Modern dan Moderat.